Rabu, 20 November 2013

Sejuta Manfaat Propolis

   
      Seiring dengan tren pemanfaatan propolis, para periset menguji ilmiah lem lebah itu. Dra Mulyati Sarto MSi, peneliti di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, membuktikan bahwa propolis sangat aman dikonsumsi. Dalam uji praklinis, Mulyati membuktikan LD50 propolis mencapai lebih dari 10.000 mg. LD50 adalah lethal dosage alias dosis yang mematikan separuh hewan percobaan.
      Jika dikonversi, dosis itu setara 7 ons sekali konsumsi untuk manusia berbobot 70 kg. Faktanya, dosis konsumsi propolis di masyarakat amat rendah, hanya 1—2 tetes dalam segelas air minum. Dosis penggunaan lain pun hanya 1 sendok makan dilarutkan dalam 50 ml air.
     “Tingkat toksisitas propolis sangat rendah, jika tak boleh dibilang tidak toksik,” kata Mulyati. Bagaimana efek konsumsi dalam jangka panjang? Master Biologi alumnus Universitas Gadjah Mada itu juga menguji toksisitas subkronik. Hasilnya konsumsi propolis dalam jangka panjang tak menimbulkan kerusakan pada darah, organ hati, dan ginjal. Dua uji ilmiah itu—toksisitas akut dan toksisitas subkronik—membuktikan bahan suplemen purba itu sangat aman dikonsumsi.
      Propolis itu pula yang dikonsumsi Evie Sri, kepala Sekolah Dasar Negeri Kertajaya 4 Surabaya, untuk mengatasi kanker payudara stadium IV. Evie akhirnya sembuh dari penyakit mematikan itu. Kesembuhannya selaras dengan riset Prof Dr Mustofa MKes, peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang meriset in vitro propolis sebagai antikanker. Sang guru besar menggunakan sel HeLa dan Siha—keduanya sel kanker serviks—serta T47D dan MCF7 (sel kanker payudara).
      Selain itu ia juga menguji in vitro pada mencit  yang diinduksi 20 mg dimethilbenz(a)anthracene (DMBA), senyawa karsinogenik pemicu sel kanker. Frekuensi pemberian 2 kali sepekan selama 5 minggu. Hasil riset menunjukkan propolis mempunyai efek sitotoksik pada sel kanker. Nilai IC50 pada uji in vitro mencapai 20—41 µg/ml. IC50 adalah inhibition consentration alias konsentrasi penghambatan propolis terhadap sel kanker.
      Untuk menghambat separuh sel uji coba, hanya perlu 20—41 µg/ml. Angka itu setara 0,02—0,041 ppm. Bandingkan dengan tokoferol yang paling top sebagai antioksidan. Nilai IC50 tokoferol cuma 4—8 ppm. Artinya ntuk menghambat radikal bebas dengan propolis perlu lebih sedikit dosis ketimbang tokoferol. Dengan kata lain nilai antioksidan propolis jauh lebih besar daripada tokoferol.
      Pada uji in vitro, propolis berefek antiproliferasi. Proliferasi adalah pertumbuhan sel kanker yang tak terkendali sehingga berhasil membentuk kelompok. Dari kelompok itu muncul sel yang lepas dari induknya dan hidup mandiri dengan “merantau” ke jaringan lain. Antiproliferasi berarti propolis mampu menghambat pertumbuhan sel kanker.
      “Terjadi penurunan volume dan jumlah nodul kanker pada tikus yang diberi 0,3 ml dan 1,2 ml propolis,” ujar dr Woro Rukmi Pratiwi MKes, SpPD, anggota tim riset. Dalam penelitian itu belum diketahui senyawa aktif dalam propolis yang bersifat antikanker. Namun, menurut dr Ivan Hoesada di Semarang, Jawa Tengah, senyawa yang bersifat antikanker adalah asam caffeat fenetil ester.

Di copy dari artikel: www.nurusy-syifa.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar